http://www.blogger.com/home

Senin, 22 November 2010

Kritik pendidikan teoritis sekolah dalam pembangunan kultur kreatif wirausaha siswa

Indonesia bukan tergolong sebagai negara kecil. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang termasuk ke dalam tiga dari deretan negara-negara jumlah berpenduduk besar dunia. Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia juga diimbangi oleh kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang melimpah ini begitu besar sehingga untuk satu generasi dari sebuah keluargapun tak akan habis menggunakannya. Dari segi karakteristiknya Sumber daya alam di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi Sumber daya alam berupa tambang (batu bara, emas, perak dll), dan kelautan yang terdiri dari ikan dan lainnya. Sudah tidak diragukan bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia bukan merupakan “Isapan Jempol” semata. Akan tetapi apakah dengan kondisi alam yang besar juga turut menciptakan bangsa yang maju?. Tentu, pertanyaan ini bukan pertanyaan yang baru sebagai wacana bangsa Indonesia. Pertanyaan ini, membuktikan bahwa Negara Indonesia belum mampu secara penuh menjawab, yang seharusnya mampu dengan mudah di jawab sebagai hal yang tidak mustahil bahkan real untuk bisa dilakukan dan berhasil karena memiliki bekal yang memadai.

Dapat dibandingkan dengan negara besar seperti Japan misalnya, negara tersebut bukan negara yang memiliki SDA yang besar tidak seperti indonesia. Akan tetapi mengapa mereka mampu berhasil dan maju dengan pesatnya meninggalkan negara-negara yang memiliki SDA yang besar. Hal ini harusnya menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia untuk bisa bangkit. Apakah kemandulan bangsa Indonesia di pengaruhi oleh sejarah penjajahan Belanda. Apakah dengan hal tersebut, menimbulkan karakter rendahan, sehingga memunculkan sifat malas. Dalam konsep marx, ploletar yang terbebas dari kalangan borjuis dalam tampung pemerintahan belum tentu akan bertindak adil. Konsep marx secara tidak langsung menggambarkan tentang sebuah pertanyaan, apakah bangsa Indonesia yang sekian ratus tahun di jajah kemudian merdeka lalu berdiri dan memangku atas bangsanya sendiri berlaku adil dengan bangsanya?. Apakah karena pribadi rendahan dari jiwa masyarakat jajahan, sehingga setelah merdeka kemudian berhenti dan untuk apa berjuang. Untuk mewujudkan bangsa yang maju, maka peran pemerintah sebagai pengelola bangsalah untuk mewujudkannya.

Pemerintah sebagai agen yang bertugas mengurus dan membina rakyat kedalam taraf kesejahteraannya jelas, memiliki fungsi untuk membentuk pencapaian tersebut. Pendidikan merupakan salah satu jawaban merealisasikan tugas pemerintah. Pendidikan memang berfungsi untuk dapat melahirkan generasi-generasi bangsa sebagai investasi negara untuk bisa terus maju hingga berkembang di masa yang akan datang. Pendidikan pada hakikatnya adalah menciptakan individu yang dewasa dan sadar akan diri pribadinya sebagai manusia. Dimana pendidikan mampu mengembangkan individu untuk merealisasikan cita-citanya dan tidak terikat kepada satu konteks “mencari kerja”. Pendidikan sangat berguna bagi semua manusia. Pendidikan dalam arti sempit memiliki fungsi untuk bisa mengembangkan daya cipta otak manusia yang dituangkan dalam bentuk kenyataan.

Akan tetapi benarkah hakikat pendidikan tersebut turut pula di gambarkan pada institusi sekolah?. Pendidikan memang menciptakan indvidu terdidik, sekolah merupakan wujud dari realisasi pendidikan, namun belum tentu menciptakan kondisi pendidikan yang baik. Di masa kini, sering terdengar permasalahan mengenai pendidikan. Salah satunya ialah komersialisasi pendidikan di sekolah. Jika kita kita bayangkan kondisi ini kedepan apakah nantinya sekolah bukan lagi dianggap sebagai agen pendidikan, melainkan hanya sekedar tempat yang berlogo pendidikan namun didalamnya tidak mampu menciptakan peserta didik yang kompeten dan humanis dalam kehidupan sosial. Pendidikan dewasa ini, menjadi satu kajian yang tak ada habisnya untuk dilihat dari berbagai sisi.

Permasalahan pendidikan di sekolah bukan hanya dilihat dari adanya sistem yang mendukung terjadinya komersialisasi pendidikan, namun lebih dari itu yakni bagaimana sekolah membentuk peserta didik yang kreatif dan terhindar dari kenyataan untuk “mencari kerja”. Apakah seseorang yang bersekolah hanya untuk bisa mendapatkan sebuah pekerjaan?. Dan apakah Ijazah sangat berharga, sehingga ijazah itu telah mengalahkan dari hasil belajar siswa yakni kreatif dan inovatif?. Ijazah menjadi tolak ukur seseorang yang telah menyelesaikan pendidikannya di sekolah, bahwa ia telah lulus dan selesai dalam tahap belajar pada tingkat pendidikan. Akan tetapi ijazah pada dasarnya, hanya sebuah simbol, bukan suatu hal yang secara penuh mampu mempresentasikan kemampuan siswa. Dengan simbol tersebut, saat ini masyarakat sangat bangga. Misal seseorang yang lulus kuliah pada taraf pasca sarjana (S2) begitu bangga karena telah mampu menyelesaikan studinya ditingkat universitas, namun ia tidak mampu merealisasikan hasil dari pendidikannya selama ini, menjadi sebuah bentuk pencapaian diri pribadinya. Kemudian ia hanya berfikir bahwa dengan mendapat title atau gelar tersebut, ia akan mudah mendapatkan pekerjaan. Tentu hal ini menjadi masalah yang memprihatinkan, dimana kondisi lingkungan pendidikan sekolah di Indonesia, apakah berujung pada satu kondisi untuk menciptakan tenaga terdidik pencari kerja.

Dari penjelasan tersebut diatas, kita harus kembali ke dalam hakikat pendidikan pada tingkat sekolah menengah atas, dimana pada tingkat ini siswa ditanamkan bekal untuk mandiri menuju pribadi dewasa. Saya mengambil contoh pada tingkat SMA karena melihat bahwa permasalahan di SMA adalah bagaimana sekolah membekali siswanya untuk tidak berfikir menjadi seorang yang mencari pekerjaan.Tentu, bukan hal yang mudah secara harfiah untuk bisa dijawab saat ini. Mencari pekerjaan dan pekerjaan satu wacana masyarakat saat ini. Permasalahan pendidikan pada tataran saat ini di SMA berlatar dari ketidak sinergisan antara praktik dan teori yang diajarkan di sekolah. Dimana masalah ini muncul, akibat ketidak seimbangan dalam proses pembelajaran praktik dengan teori, ada satu ketimpangan jumlah pembelajaran teori mata pelajaran di SMA lebih mendominasi dibandingkan kegiatan uji coba praktik mata pelajaran tersebut. Praktek dan teori memiliki fungsi untuk bisa membangun karakter pribadi siswa. Teori dan praktik dalam setiap mata pelajaran memiliki fungsi sentral ketika siswa di didik dalam sekolah untuk membangun daya cipta karakter dewasa peserta didik. Memecahkan stigma pendidikan sekolah yang beriorentasi secara hidden kurikulum untuk mencari pekerjaan seaakan menjadi momok yang tak lekang untuk di hapuskan. Dibutuhkan satu kondisi proses sosialisasi sekolah untuk mencerna bagaimana paradigma negatif tentang pembelajaran teori suatu mata pelajaran bukan hanya dibandang sebagai kompetensi dasar, namun bagaimana terapan dari teori tersebut munuju ranah praktik.

Membangun kreatifitas siswa SMA tidaklah mudah, selain waktu yang panjang, juga perlu adanya penanaman nilai-nilai kewirausahaan terpadu yang menunjang bagaiman siswa di didik melalui ilmu mata pelajaran yang di contohkan melalui kondisi terapan. Meskipun secara jelas bahwa SMA tidaklah sama dengan SMK, akan tetapi pada kenyataannya siswa SMA membutuhkan kemampuan terapan yang diimani dengan pemahaman teori. Sulit memang untuk memahami kondisi ini melalui wacana sekilas, lebih lagi hanya dipetakan melalui pemikiran seorang semata. Ketidak jayaan SMA dalam membangun kemampuan wirausaha siswa sebenarnya, bukan secara keseluruhan dinilai dari bagaimana sekolah tersebut menanamkan pembelajaran wirausaha. Akan tetapi, penekanan yang kurang memproyeksikan keterhubungan sekolah dengan kenyataan dunia luar tidak dipandang sebagai “fakta sosial”. Di jakarta misalnya, pada SMA Favourite dan Sekolah dengan siswa Kelas Atas, mungkin pemahaman tentang wirausaha secara sisi pembelajaran tidak begitu penting untuk di pelajari, hal ini terjadi mungkin karena siswa di sekolah tersebut rata-rata bahkan keseluruhan akan melanjutkan jenjang pendidikan lanjut, seperti perkuliahan. Akan tetapi bagaimana dengan pendidikan tingkat SMA di pedesaan, yang siswa lulusannya tidak semua akan melanjutkan pendidikan di tingkat universitas?.

Tidak ada komentar: